Wisata Sejarah dan Budaya di Taman Pujaan Bangsa Margarana

Oleh I Wayan Sudarta

Menjelang akhir Desember tahun lalu, tepatnya pada 19 s.d 21 Desember 2021 bertempat di Taman Pujaan Bangsa (TPB) Margarana, diadakan kegiatan Jambore Daerah Bali Tahun 2021. Berhubungan dengan itu, Yayasan Kebaktian Proklamasi (YKP) selaku pengelola TPB Margarana, dimintai bantuan narasumber oleh Panitia Penyelenggara Jambore tersebut. Dengan materi “Wisata Sejarah dan Budaya”. Materi atau topik yang dimasudkan tersebut, berkaitan dengan TPB Margarana yang menjadi kebanggaan masyarakat, khususnya masyarakat Bali. Saya ditugaskan oleh Pengurus YKP sebagai salah seorang dari dua orang narasumber yang dimohonkan oleh panitia penyelenggara.
Jumlah peserta Jambore sebanyak 216 orang, terdiri atas pria sebanyak 108 orang dan wanita sebanyak 108 orang juga dari seluruh Bali. Latar belakang pendidikan formal mereka rata-rata masih duduk di bangku sekolah Menengah Pertama (SMP). Ini artinya, peserta Jambore Daerah Bali tahun 2021 merupakan generasi muda atau tunas-tunas bangsa yang potensial menjadi pemimpin-pemimpin pada masa depan bangsa. Dengan demikian, sangat tepat dalam kegiatan Jambore tersebut mereka diberikan pemahaman tentang sejarah perjuangan bkemerdekaan Indonesia di Bali khususnya dan budaya nenek moyang kita dari masa ke masa khususnya yang ada di TPB Margarana. Itu merupakan salah satu materi saja, dari beragam materi yang diberikan kepada peserta Jambore tersebut.
Setelah mengakhiri pemberian materi, peserta diberikan kesempatan untuk menyampaikan pertanyaan dan komentar kepada narasumber. Dengan maksud, agar peserta dapat lebih mendalami materi yang diberikan. Beberapa tanya-jawab yang muncul tatkala itu dapat dikemukakan sebagai berikut
Tanya; Mengapa bangunan utama di TPB Margarana diwujudkan dalam bentuk candi?
Jawab; Perlu dipahami, bahwa candi merupakan hasil budaya nenek moyang kita pada jaman lampau. Candi menggambarkan kemegahan, keagungan, dan kebesaran jiwa bangsa Indonesia. Dengan demikian, sangatlah tepat jika untuk mengenang, menghormati, dan mengagungkan kebesaran jiwa pahlawan kemerdekaan (Veteran Anumerta), diwujudkan dalam bentuk candi.
Tanya; Apa arti Candi Pahlawan Margarana yang merupakan bangunan utama di TPB Margarana?
Jawab; Candi Pahlawan Margarana yang berdiri megah dan khariamatik itu, merupakan penjiwaan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila. Dasar candi berbentuk segi lima, dan pada setiap pilar bagian bawah candi, yakni di pelataran candi terpancang ukiran yang menggambarkan kelima sila dari Pancasila. Artinya, Pancasila menjadi dasar perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan, mengisi, dan mengamankan kemerdekaan Indonesia. Tinggi candi 17 meter, menggambarkan tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia. Atap candi bertumpang delapan, mencerminkan bulan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dasar candi terdiri atas empat tangga dan lima pilar candi pada tiap-tiap sudut, melambangkan tahun 45 singkatan dari tahun 1945, yakni tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia. Demikian arti dari Candi Pahlawan Margarana secara garis besar.
Tanya; Kapan TPB Margarana ini didirikan dan siapa penggagasnya?
Jawab; TPB Margarana, peletakan batu pertamanya diadakan pada 15 Mei 1954 dan peresmiannya diselenggarakan pada 20 Nopember 1954, yakni bertepatan dengan peringatan Hari Puputan Margarana yang kedelapan. Pencetus ide (penggagas) tentang perlunya didirikan TPB Margarana lahir dari pemikiran seorang tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia di Bali, bernama I Nengah Wirtha Tamu yang lebih dikenal dengan nama Bapak Tjilik (nama samaran pada masa revolusi fisik di Bali). Diberi nama Bapak Tjilik, karena postur tubuhnya kecil, tetapi kreativitasnya tinggi dan geraknya dinamis.
Tanya; Di mana saja tempat-tempat yang disucikan di areal TPB ini?
Jawab: Ada dua tempat yang disucikan di TPB Margarana, yakni di areal Candi Pahlawan Margarana dan di kamar suci yang terletak di Balai Peristirahatan Timur. Areal Candi Pahlawan Margarana, dibatasi oleh tembok penyengker berbentuk segi lima dilengkapi dengan lima candi bentar seperti yang dapat kita lihat sekarang ini. Kamar suci yang berlokasi di Balai Peristirahatan Timur tersebut, sebagai simbul tempat peristirahatan secara “niskala” (dunia gaib).
Jadi, pada kedua tempat yang disucikan itu, wanita yang sedang datang bulan dan seseorang yang sedang mengalami “cuntaka” tidak dibenarkan masuk ke tempat yang disucikan tersebut.
Tanya; Apakah di makam pahlawan ini hanya untuk semua pejuang yang gugur dalam Puputan Margarana?
Jawab; Sebelum diberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, terlebih dahulu perlu diingatkan kembali bahwa lokasi 1.372 candi kecil yang diposisikan di ujung paling Utara areal TPB Margarana bukanlah makam pahlawan, melainkan tempat roh suci pahlawan (Veteran Anumerta) secara simbolis. Tempat tersebut bernama Taman Bahagia. Tidak ada jenazah pahlawan yang dimakamkan di tempat tersebut. Dengan demikian, candi kecil itu akan tetap jumlahnya sepanjang masa. Taman Bahagia tersebut bukan hanya untuk para pejuang yang gugur dsalam Puputan Margarana, melainkan untuk seluruh pejuang kemerdekaan yang gugur di seluruh Bali pada masa perang kemerdekaan Indonesia di Bali.
Tanya; Siapa nama ayah I Gusti Ngurah Rai?
Jawab; Ayah I Gusti Ngurah Rai bernama I Gusti Ngurah Badung, sedangkan ibunya (walaupun tidak ditanya) bernama Desak Ayu Kompyang.
Tanya; Berapa I Gusti Ngurah Rai mempunyai putra-putri?
Jawab; Beliau mempunyai putra tiga orang, yakni I Gusti Ngurah Gede Yudana (putra sulung) sekarang menjabat sebagai Ketua Yayasan Kebaktian Proklamasi, I Gusti Ngurah Tantera (Almalhum), dan I Gusti Ngurah Alit Yudha (putra bungsu).
Tanya; Mengapa hanya I Gusti Ngurah Rai yang menjadi Pahlawan Nasional di antara pejuang kemerdekaan yang gugur pada masa perang kemerdekaan Indonesia di Bali?
Jawab; Sebab sampai saat ini, rupanya hanya I Gusti Ngurah Rai di antara pahlawan kemerdekaan (Veteran Anumerta) di Bali, yang diajukan sebagai pahlawan nasional. Pengajuan ini oleh masyarakat melalui Pemerintah Provinsi Bali, kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Dasar pertimbangannya di antaranya sebagai berikut. (1) I Gusti Ngurah Rai sebagai Komandan Resimen Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil (Nusa Tanggara), kemudian berubah menjadi Komandan Resimen Tentara Republik Indonsia (TRI) Sunda Kecil. Kini menjadi menjadi Pangdam IX/Udayana. Perlu diketahui bahwa I Gusti Ngurah Rai tercatat sebagai Pangdsam IX/Udayana yang kesatu. (2) Dalam Puputan Margarana, I Gusti Ngurah Rai langsung memimpin pasukan tempur, yang dinamakan Pasukan Ciung Wenara melawan serdadu kolonial Belanda, sampai titik darah penghabisan. I Gusti Ngurah Rai bersama seluruh anggota pasukannya (96 orang) mengorbankan jiwa raga demi tetap tegaknya Negara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. (3) Ada persyaratan tertentu yang telah digariskan oleh Pemerintah Republik Indonesia, untuk menjadi pahlawan nasional. I Gusti Ngurah Rai memenuhi persayaratan tersebut.
Tanya; Apakan alat-alat yang ada atau tersimpan di museum perjuangan kemerdekaan di TPB Margarana merupakan alat-alat asli atau pernah dipakai dalam perang kemerdekaan Indonesia di Bali?
Jawab; Alat-alat yang tersimpan di museum tersebut, ada merupakan alat-alat yang asli dan ada juga alat-alat yang duplikat. Alat-alat yang asli misalnya ranjau darat, topi baja, mesin ketik, koper tempat arsip-arsip surat atau dokumen berharga, dan beberapa jenis bedil. Alat-alat yang duplikat seperti perahu mayang, kentongan, keranjang, senjata api, dan beberapa jenis senjata tradisional.
Tanya; Apakan pakaian para pejuang yang ada di museum TPB ini merupakan pakaian asli para pejuang kemerdekaan?
Jawab; Ya, pakaian asli para pejuang kemerdekaan. Seperti pakaian I Gusti Ngurah Rai dan pakaian I Gusti Bagus Putu Wisnu.
Tanya; Apa tugas yang dijalankan oleh pejuang wanita yang bernama Ni Nengah Ngedep?
Jawab; Ni Nengah Ngedep menjalankan tugas sebagai penghubung pada masa revolusi fisik di Bali. Ia memiliki profesi sebagai pedagang sayur mayur, ikan, daging dan kacanga-kacangan yang dijunjung pada setiap pagi dari rumah ke rumah. Tidak terkecuali ke rumah Wagimin (Komandan Tangsi Polisi Tabanan). Istri Wagimin berlangganan dengannya. Akibat terlalu sering bertemu, Wagimin jatuh hati dengan Ni Nengah Ngedep. Apalagi ia seorang wanita yang memiliki wajah jelita. Penampilannya menarik, komunikasinya bagus, dan geraknya lincah. I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Wayan Debes mengetahui betul keadaan tersebut. Itulah makanya, Ni Nengah Ngedep mendapat kepercayaan dari kedua pemimpin perjuangan tersebut, untuk mengadakan pendekatan dengan Wagimin. Dengan maksud, agar Wagimin bersedia bekerjasama dengan pasukan pejuang dalam upaya mendapatkan senjata di tangsi polisi Belanda di Tabanan, tanpa perlu ada korban jiwa. Ternyata upaya tersebut berhasil secara gemililang. Begitulah peranan menonjol yang dijalankan oleh Ni Nengah Ngedep pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia di Bali.
Demikian tanya–jawab (dialog) yang telah terjadi antara peserta Jambore dengan narasumber, berkaikan dengan wisata sejarah perjuangan kemerdekaan dan budaya di TPB Margarana, pada waktu Jambore Daerah Bali tahun 2021. Semoga bermanfaat adanya. Terima kasih. *

banner 728x250

* Penulis adalah Wakil Ketua Yayasan Kebaktian Proklamasi.