Terbentuknya Dewan Perjuangan Rakyat lndonesia Sunda Kecil di Munduk Malang

Oleh Wayan Sudarta

Setelah sekitar tiga bulan menjalankan tugas perjuangan kemerdekaan di Jawa (1 Januari s.d 4 April 1946) rombongan ekspedisi pejuang kemerdekaan lndonesia di Bali, tiba kembali di Bali dengan selamat pada 5 April 1946 dini hari. Pendaratan Rombongan ekspedisi ini melalui pantai Yeh kuning, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana.

banner 728x250

Sebelas hari kemudian, yakni pada 16 April 1946 bertempat di Banjar Munduk Malang, Desa Dalang, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, diadakan rapat yang bersifat sangat rahasia. Rapat ini dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai dan dihadiri para tokoh pejuang kemerdekaan baik dari unsur militer maupun dari unsur non militer di wilayah Sunda Kecil, khususnya di Bali.

Rapat itu bertujuan untuk merealisasikan perintah lisan Kepala Staf Umum Tentara Republik Indonesia (TRI) ketika rombongan ekspedisi dilantik secara resmi menjadi Pimpinan Resimen Sunda Kecil (sekarang Nusa Tenggara). Pelantikan ini dilakukan oleh Kepala Staf Umum TRI, atas nama Panglima Besar Jenderal Sudirman. Pelantikan dilangsungkan pada pertengahan Maret 1946 bertempat di Markas Besar Tertinggi TRI. Perintah lisan yang dimaksudkan itu agar segera membentuk Organisasi Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Sunda Kecil. Hal itu berarti, dalam upaya menyatukan gerak langkah perjuangan rakyat dalam kesatuan komando.

Rapat tersebut telah berhasil menetapkan secara aklamasi sebuah organisasi peruangan kemerdekaan yang dinamakan Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia (DPRI) Sunda Kecil. Markasnya dinamakan Markas Besar Umum Deıvan Perjuangan Rakyat lndonesia (MBU DPRI) Sunda Kecil. Markas ini berkedudukan di Banjar Munduk Malang, Desa Dalang, Susunan dan personalia pimpinan DPRI Sunda Kecil yang terbentuk itu, sebagai berikut;

Pucuk Pimpinan: I Gusti Ngurah Rai
Wakil Pucuk Pimpinan: I Made Widja Kusuma (Djoko)
Kepala Staf: I Gusti Bagus Putu Wisnu
Wakil Kepala Staf: Subroto Aryo Mataram
Sekretaris: I Gede Marta Inggas
Pimpinan DPRI Sunda Kecil itu, dilengkapi dengan sembilan bagian, tiap-tiap bagian terdiri atas seorang koordinator dan beberapa orang anggota.

Untuk mempermudah pembinaan wilayah dan memperlancar operasi DPR I Sunda Kecil, organisasi ini juga dibentuk secara berjenjang sesuai dengan tingkat wilayah pemerintahan Indonesia. Begitu juga dibentuk markas dari organisasi tersebut pada setiap jenjang. Jenjang pada setiap kabupaten dibentuk Markas Besar (BM) DPRI. Kemudian pada setiap kecamatan di bentuk Markas Cabang (MC) DPRI. Selanjutnya pada setiap desa dibentuk Markas Ranting (MR) DPRI, dan terakhir pada tingkat terbawah yaitu banjar (dusun) di bentuk Markas Anak Ranting (MAR) DPRI. Demikianlah organisasi DPRI sangat kuat, karena dibentuk secara berenjang mulai dan DPRI provinsi sampai pada jenjang terbawah yakni DPRI tingkat banjar atau dusun MBU dan MB DPRI menyiapkan pasukan bersenjata (pemuda gerilya) dan Palang Merah Indonesia (PMI), dalam menghadapi serdrdu kolonial Belanda, MC, MR dan DPRI menyiapkan konsumsi, akomodasi, pengawal, perlindungan penghubung (telik tanem), tenaga pendidik kepada rakyat tentang kemerdekaan, dan laskar rakyat yakni pasukan bersenjata tradisional seperti bambu runcing, pentong dan tombak. Semua itu disiapkan untuk membantu dan melindungi pemuda gerilya (pasukan tempur) dalam menghadapi musuh penjajah.

Segera setelah terbentuknya DPRI Sunda Kecil, I Gusti Ngurah Rai selaku pucuk pimpinan memanggil semua pasukan bersenjata yang ada pada semua kabupaten di Bali. Tatkala itu, pasukan bersenjata sangat sulit dimobilisasi dï seluruh wilayah Sunda Kecil karena kesulitan fasilitas komunikasi transportasi. Ditambah lagi patroli yang sangat ketat dari pihak musuh penjajah. Hanya pasukan bersenjata di bumi Bali yang relatif mudah dimobilisasi. Mereka diharapkan segera datang berkumpul di MBO DPR I Sunda Kecil, yang berkedudukan di Banjar Munduk Malang, Desa Dalang. Pasukan tempur bersenjata lengkap itu, setelah berkumpul kemudian dijadikan satu dan diberi nama Pasukan lnduk MBU DPRI Sunda Kecil. Setelah dihitung, pasukan tersebut berjumlah 1.000 orang yang merupakan pemuda gerilya terlatih dan bersenjata lengkap yang siap bertempur setiap saat melawan serdadu musuh penjajah demi kemerdakan Indonesia.

Sejak terbentuknya Pasukan Induk MBU DPRI Sunda Kecil, penyerangan dan penghadangan Pasukan Induk terhadap serdadu kolonial Belanda terjadi di mana di seluruh pelosok Bali. Ibarat jamur yang tumbuh pada musim hujan. Pertempuran-pertempuran terus berlangsung, tiada jeda, dengan taktik gerilya. Dalam suasana seperti itu, benar-benar membuat pihak musuh penjajah menjadi kewalahan, sehingga mereka kehilangan akal sehat. (Dirangkum dari beberapa sumber)

Sekali merdeka tetap merdeka!

Penulis adalah Wakil Ketua Pengurus Yayasan Kebaktian Proklamasi