Implementasi Nilai Perjuangan Pahlawan pada kehidupan Generasi Milenial

Oleh Dr. Anak Agung Putu Sugiantiningsih,S.IP, MAP.

Masih ingatkah pada pertempuran di Surabaya setelah kemerdekaan? Tentunya dalam peristiwa sejarah senantiasa menampakkan kenangan yang tidak pernah terlupa. Sejarah perjuangan kemerdekaan senantiasa bergoreskan luka mendalam. Mengingat pertempuran para pejuang bangsa, menyayat kembali sanubari. Dentuman meriam, bom atom, bedil, pistol, masih terngiang di telinga. Perjuangan para pejuang-pejuang tangguh negeri ini, tentunya tiada akan terlupa sepanjang masa. Termasuk pertempuran 10 Nopember, yang merupakan peristiwa penting dalam sejarah negara Republik Indonesia. Untuk itu, setiap tanggal 10 November setiap tahunnya, masyarakat Tanah Air akan memperingati Hari Pahlawan Nasional.
Peringatan Hari Pahlawan bertujuan untuk mengenang pertempuran Surabaya yang terjadi pada 1945. Awal dari pertempuran Surabaya adalah insiden perobekan Bendera Merah Putih Biru di atas Hotel Yamato pada 19 September 1945. Setelah itu, pada 29 Oktober 1945, Presiden Soekarno memerintahkan untuk gencatan senjata dan kembali terjadi pertempuran pada 30 Oktober 1945 di mana rakyat Surabaya bersatu untuk bertempur melawan Inggris. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, keadaan Indonesia masih belum stabil di mana Indonesia masih bergejolak dengan tentara asing.
Pada saat itu pemerintah menetapkan mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibar di seluruh wilayah Indonesia. Tentara Inggris tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) mendarat di Jakarta datang bersama dengan tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) dan mereka berada di Surabaya pada 25 September 1945. Mereka bertugas untuk melucuti dan memulangkan tentara Jepang ke negaranya, membebaskan tawanan perang yang ditahan oleh Jepang dan mengembalikan Indonesia ke pemerintahan Belanda sebagai negara jajahan. Tentunya hal ini membuat warga Surabaya marah karena menganggap Belanda menghina kemerdekaan Indonesia dan melecehkan Bendera Merah Putih. Hariyono dan Koesno berhasil merobek bagian biru bendera Belanda sehingga bendera menjadi Merah Putih. Setalah itu, pada 29 Oktober, pihak Indonesia dan Inggris sepakat menandatangani gencatan senjata. Namun, keesokan harinya, terjadi bentrok pada kedua pihak dan menyebabkan pimpinan tentara Inggris, Brigadir Jenderal Mallaby tewas tertembak. Tak hanya itu, penjajah meminta orang Indonesia untuk menyerahkan diri sampai pukul 06.00 pada tanggal 10 November, yang mana menjadi hari peperangan rakyat Surabaya dengan kubu tersebut.
Pertempuran antara rakyat Surabaya melawan Inggris terjadi selama tiga minggu dan sebanyak 6000 rakyat Indonesia gugur dalam pertempuran tersebut. Kemudian, pada 16 Desember 1959, Presiden Soekarno menetapkan pertempuran Surabaya 10 November 1945 sebagai Hari Pahlawan melalui Keppres Nomor 316 tahun 1959.
Kini 62 tahun sudah pertempuran Surabaya tersebut berlalu. Masihkah semangat berjuangan itu berkobar? Generasi milenial hidup dalam lingkungan sosial dan budaya digital yang terkoneksi secara global, dan menjadi sumber informasi dalam memandang dunia. Dunia yang berubah dan tantangan yang dihadapi generasi milenial telah membentuk persepsi milenial tentang kepahlawanan. Figur Pahlawan masa lalu, belum tentu cocok untuk tantangan generasi milenial saat ini, karena diangap kurang relevan dengan zamannya.
Generasi milenial memiliki penilaian berbeda tentang Pahlawan. Pahlawan bagi generasi milenial juga dipersepsikan sebagai sebuah aktivitas yang memberi inspirasi dan pengaruh positif bagi masyarakat. Pahlawan bagi milenial adalah suatu tindakan nyata yang memberi manfaat kepada masyarakat. Pahlawan bukan lagi dipahami sebagai sebuah gerakan heroik yang mengangkat senjata melawan penjajah.
Dalam sebuah harian ibukota sempat disampaikan hasil survei, terdapat tujuh (7) kategori pahlawan milenial itu meliputi para figur milenial yang berkarya dalam bidang ekonomi digital, seni dan budaya, olahraga, pendidikan, sosial, lingkungan, dan kesehatan. Dalam setiap bidang dipilih tujuh orang yang dianggap sebagai pahlawan milenial. Bukan pahlawan yang telah gugur di medan perang, tapi pahlawan bagi generasi milenial adalag pahlawan yang membawa segala keberaniam perubahan dan berani menghadapi tantangan globalisasi dan digitalisasi era peradaban.
Generasi milenial akan menjadi fondasi sumber daya manusia (SDM) Indonesia masa depan. Generasi inilah generasi emas yang akan memimpin Indonesia, mulai jadi pemilik kafe kopi, manajer perusahaan, tokoh budaya, hingga politisi dan pejabat tinggi negara. Di pundak merekalah cita-cita kesejahteraan Indonesia menjadi negara maju secara ekonomi pada 2045 seperti kutipan pidato Presiden Jokowi dalam saat pelantikannya sebagai Presiden RI (2019-2024).
Persoalannya sekarang bagaimana menciptakan generasi milenial yang cakap menghadapi tantangan zaman, tapi juga tetap relevan dan tidak melupakan nilai-nilai kepahlawanan. Pengenalan pahlawan yang penuh glorifikas dan pemujaan sudah seharusnya diubah menjadi pewarisan nilai-nilai universal yang relevan dengan tantangan zaman. Agar pahlawan terus relevan dengan generai milenial, biarkan generasi milenial menciptakan pahlawannya sendiri.
Dengan mengakomodasi persepsi generasi milenial pada pahlawan sesuai dengan zamannya, maka pahlawan tidak hanya menjadi masa lalu dari orang-orang yang sudah almarhum. Tapi pahlawan juga adalah tokoh masa kini (living heroes) yang akan membawa Indonesia ke depan sebagai bangsa yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya. *

banner 728x250

*) Penulis adalah dosen Stispol Wira Bhakti Denpasar.