Kolom  

Budaya Asing dan Pengaruhnya terhadap Perubahan Perilaku dan Gaya Hidup

Oleh Ni Nengah Karuniati

Kebudayaan di suatu negara atau wilayah tidak terbentuk secara murni. Ini berarti, kebudayaan bukan hanya merupakan hasil interaksi dalam masyarakat, namun juga telah terpengaruh dan bercampur dengan unsur kebudayaan dari luar. Pengaruh budaya asing terjadi pertama kali saat suatu bangsa berinteraksi dengan bangsa lain. Dalam proses interaksi tersebut terjadi saling mempengaruhi unsur budaya antarbangsa. Memasuki abad ke-21, pengaruh budaya asing di Indonesia dapat terlihat melalui terjadinya gejala globalisasi. Dalam proses globalisasi terjadi penyebaran unsur-unsur budaya asing dengan cepat melalui sarana teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi.
Kita sepakat bahwa tidak ada yang kekal di dunia ini kecuali perubahan. Setiap individu atau kelompok dalam masyarakat pasti akan mengalami suatu perubahan. Hal ini terjadi karena setiap individu dan anggota kelompok masyarakat tersebut memiliki pemikiran dan kemampuan untuk terus berkembang dari waktu ke waktu. Terjadinya perubahan di masyarakat seringkali karena adanya unsur-unsur yang harus dilakukan dalam mencapai kehidupan lebih layak di masa depan dan dipicu keinginan untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik. Di samping itu, hakikat dan sifat manusia yang selalu ingin berubah dan menjadi lebih baik. Perubahan merupakan gejala yang melekat di setiap masyarakat. Seringkali dalam proses perubahan itu menimbulkan ketidaksesuaian antara unsur-unsur sosial yang ada di dalam masyarakat, sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak sesuai fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan terlebih di era globalisasi ini.
Pada era globalisasi ini, membaurnya bangsa-bangsa di dunia membuat tatanan kehidupan masyarakat luas yang beraneka ragam sekaligus juga terbuka untuk semua warga. Hal ini juga berpengaruh terhadap gaya hidup yang menyangkut pilihan pekerjaan, kesibukan, makanan, gaya pakaian, dan kesenangan juga telah mengalami perubahan. Perubahan ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, namun telah merasuki wilayah pedesaan.
Seiring dengan perubahan jaman, masyarakat pun mengembangkan norma-norma, pandangan dan kebiasaan baru dalam berperilaku. Salah satunya adalah orang cenderung mengejar kesempatan untuk bisa memuaskan kebutuhan aktualisasi diri, sekaligus tampil sebagai pemenang dalam persaingan untuk memperoleh yang terbaik, tertinggi, terbanyak. Untuk bisa mengikuti gaya hidup yang baru, diperlukan dukungan kemampuan ekonomi yang tinggi.
Berbagai perubahan kini telah terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Budaya gotong royong kini telah berubah menjadi masyarakat individualistis. Masyarakat yang semula berkomunikasi secara langsung, kini perlahan-lahan berubah menjadi masyarakat yang berkomunikasi lewat media sosial. Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi, informasi dan transportasi berdampak signifikan terhadap berbagai perkembangan dan perubahan di masyarakat, salah satunya adalah gaya hidup. Perubahan gaya hidup pada masyarakat saat ini sangat terlihat jelas. Perubahan gaya hidup mulai dari gaya berpakaian, gaya berbicara, maupun gaya hidup yang konsumtif dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup merupakan bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman, lingkungan sekitar, serta bagaimana orang tersebut mau mengubahnya atau tidak. Seperti sekarang, gaya hidup masyarakat Indonesia lebih mencerminkan gaya hidup bangsa asing daripada menunjukkan keaslian budaya dan gaya hidup asli bangsa Indonesia.
Gaya hidup yang mengadopsi budaya asing biasanya akan cepat berkembang di masyarakat perkotaan, karena akses internet yang lebih terjangkau, sehingga memudahkan masyarakat melihat gaya hidup bangsa asing dan muncul keinginan untuk menirunya. Salah satu gaya hidup baru yang cukup mengkhawatirkan adalah pola hidup konsumtif yang meninggalkan pola hidup produktif. Pola hidup konsumtif merupakan suatu perilaku membeli yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi, di mana mereka lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan, dan cenderung dikuasai oleh hasrat keduniawian dan kesenangan material semata. Seseorang yang memiliki gaya hidup konsumtif, boros menggunakan uang untuk hal-hal yang tidak penting dan membeli barang ini itu tanpa berpikir panjang sering disebut dengan hedonisme.
Mereka dengan gaya hidup hedonisme ini sering tidak memiliki empati terhadap lingkungan sosial, berusaha mencapai kesenangannya dengan segala cara meski bertentangan dengan norma-norma hukum dan sosial dan mungkin saja merugikan orang lain. Meski demikian, perilaku hedonisme dapat memberikan sisi positif terhadap orang yang menganut cara pandang hidup tersebut, di antaranya dapat memanfaatkan segala kesempatan dengan baik, pantang menyerah dalam mencapai tujuan, dan memiliki motivasi yang kuat untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Hedonisme yang dideskripsikan sebuah perilaku konsumtif atau konsumerisme ini sering dipicu faktor internal dan eksternal. Misalnya, sejak kecil dimanja orangtuanya dan diberi berbagai fasilitas atau kemudahan sehingga merasa selalu mendapatkan apa yang diinginkan tanpa peduli dengan yang lainnya. Di samping itu, bergaul dengan orang-orang yang memiliki standar hidup mewah, sehingga muncul rasa minder ketika tidak sepadan dengan mereka sehingga demi mengikuti pergaulan tersebut, mereka rela menghabiskan uang untuk membeli barang yang sama dan bermerek.
Gaya hidup hedonisme kini sepertinya sudah melekat di kalangan generasi milenial. Mereka sering menghabiskan gaji yang diterimanya untuk makan di restoran, jalan-jalan, nongkrong di kafe dan perilaku konsumtif lainnya tanpa memiliki tabungan maupun investasi. Perilaku seperti ini tentu saja akan merugikan diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu di era globalisasi seperti sekarang ini, seharusnya bisa lebih pintar dalam mengatur pola hidup atau gaya hidup kita sendiri, membatasi mana yang dibutuhkan dan mana yang tidak dan jangan karena hanya sebuah tren sehingga akhirnya membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan. *

banner 728x250

*Penulis adalah dosen di Stispol Wira Bhakti.