Kolom  

Mengenal Surat Sakti I Gusti Ngurah Rai

Oleh I Wayan Sudarta

Tentu masih ada di kalangan generasi muda bangsa, khususnya di Bali, yang belum mengenal sepucuk surat yang dinamakan Surat Sakti I Gusti Ngurah Rai.
Berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai surat sakti tersebut. Mengapa surat sakti itu muncul? Tentu ada sebabnya. Ibarat pepatah mengatakan “kalau tidak ada berada tidak akan tempua bersarang rendah”. Pasti ada sebabnya, mengapa sesuatu itu terjadi.
Secara tiba-tiba saja, pada masa revolusi fisik (perang kemerdekaan Indonesia) di Bali (1945 s.d 1950), pimpinan serdadu Belanda mengirim sepucuk surat kepada I Gusti Ngurah Rai sebagai berikut.

banner 728x250

Denpasar, 13 Mei 1946

Rai Yang Budiman,
Kami Letnan Kolonel Termeulen dan saya (kamu tentu masih ingat kepada kami), mengetahui betul atas dorongan apa kamu terpaksa mau memimpin TKR. Karenanya kami ingin sekali berbicara padamu. Cobalah mencari hubungan dengan Kapten Cassa di sekitar Desa Pelaga, kemudian di sana kita bisa saling berbicara. Adapun keputusanmu setelah pembicaraan itu, kamu dengan penuh kebebasan dapat menentukan ke mana kamu suka.

Wassalam
JBT Konig
Kapten Infanteri

Surat yang mengandung bujuk rayu itu, merupakan jalan keluar bagi pimpinan serdadu Belanda untuk menjinakkan I Gusti Ngurah Rai. Karena mereka betul-betul sudah merasa kewalahan menghadapi pemuda gerilya (pasukan pejuang kemerdekaan) yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai.
Perjuangan itu mendapat dukungan penuh dari mayoritas rakyat Bali. Angkatan Laut Tentara Republik Indonesia (TRI) dari Jawa yang dipimpin oleh Markadi, ikut serta memperkuat pemuda gerilya tersebut. Angkatan laut ini, merupakan salah satu bantuan dari pemerintah pusat.
Surat yang mengandung jebakan konyol itu, diterima oleh I Gusti Ngurah Rai pada 16 Mei 1946, melalui saudara sepupunya yang bernama I Gusti Ngurah Seregeg. Surat tersebut disertai pesan lisan yang mengandung ancaman: “apabila surat ini tidak dibalas, maka seluruh rumah keluarga I Gusti Ngurah Rai di Desa Carangsari akan dibakar habis”. I Gusti Ngurah Rai sedikitpun tidak gentar mendengar ancaman tersebut. Ia juga sama sekali tidak terkecoh oleh akal konyol dan tidak bermoral tersebut. Hal itu terbukti, I Gusti Ngurah Rai memberikan jawaban sebaliknya. Ajakan JBT Konig untuk berunding di Desa Pelaga, ditolak mentah- mentah, walaupun dengan segala risiko.
Surat komandan serdadu Belanda itu dibalas oleh I Gusti Ngurah Rai pada 18 Mei 1946, yaitu dua hari setelah surat tersebut diterima olehnya. Bunyi selengkapnya balasan surat tersebut sebagai berikut.

…………….. 18 Mei 1946
Kepada Yth. Toean Oversta Termeulen
di Denpasar

Merdeka!
Surat telah kami terima dengan selamat. Dengan singkat kami sampaikan jawaban sebagai berikut. Tentang Keamanan di Bali adalah urusan kami. Semenjak pendaratan tentara tuan, pulau menjadi tidak aman. Bukti telah nyata, tidak dapat dipungkiri lagi.
Lihatlah penderitaan rakyat menghebat. Mengancam keselamatan rakyat bersama. Tambah-tambah kekacauan ekonomi menjerat leher rakyat. Keamanan terganggu, karena tuan memperkosa kehendak rakyat yang telah menyatakan kemerdekaannya.
Soal perundingan, kami serahkan kepada kebijaksanaan pemimpin-pemimpin kami di Jawa. Bali bukan tempatnya perundingan diplomatik. Dan saya bukan kompromis. Saya atas nama rakyat hanya menghendaki lenyapnya Belanda dari pulau Bali atau kami sanggup dan berjanji bertempur terus sampai cita-cita kami tercapai. Selama tuan tinggal di Bali, pulau Bali tetap menjadi belanga pertumpahan darah, antara kami dan pihak tuan.
Sekian, harap menjadikan maklum adanya.

Sekali merdeka, tetap merdeka
a/n Dewan Perjuangan Bali
Pemimpin,

I Gusti Ngurah Rai

Setelah perang kemerdekaan Indonesia di Bali usai, 15 Januari 1950, surat tersebut dikenal dengan nama “Surat Sakti Pahlawan Nasional i Gusti Ngurah Rai”. Surat sakti terdiri atas dua kata, yaitu surat dan sakti. Surat dapat diartikan sebagai suatu pesan tertulis kepada orang atau pihak lain, sedangkan sakti dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan kekuatan yang melebihi atau mengungguli yang lain. Berdasarkan pengertian itu, dapat dikatakan bahwa Surat Sakti I Gusti Ngurah Rai adalah pesan tertulis dari I Gusti.Ngurah Rai kepada Termeulen (komandan serdadu.Belanda) yang mempunyai kemampuan dan kekuatan yang lebih unggul daripada kemampuan dan kekuatan surat komandan serdadu Belanda di bidang diplomasi.
Sebetulnya, substansi surat tersebut mencerminkan karakter I Gusti Ngurah Rai sebagai seorang kesatria sejati. Seorang kesatria yang siap mempertaruhkan harga.diri, integritas, dan profesionalitas militernya dengan segala pengorbanan tanpa pamrih, termasuk tetesan darah, bahkan jiwa.dan raganya.
Kalau dicermati secara lebih mendalam, terlihat ada beberapa nilai yang terkandung dalam surat I Gusti Ngurah Rai tersebut. Nilai adalah sesuatu yang dipandang sangat berharga dan menjadi keyakinan, sehingga dijadikan pedoman dalam bertindak.
Sebagaimana layaknya bangsa yang merdeka, mempunyai posisi terhormat dan sederajat dengan bangsa- bangsa lainnya di dunia. Martabat bangsa Indonesia tergambar dalam surat jawaban I Gusti Ngurah Rai. Surat jawaban itu bukan ditujukan kepada JBT Konig ( komandan serdadu Belanda wilayah Bali dan Lombok), melainkan kepada Termeulen ( komandan serdadu Belanda wilayah Sunda Kecil atau Nusa Tenggara). Termeulen mempunyai kedudukan dan pangkat yang sama dengan I Gusti Ngurah Rai.
Ajakan pimpinan serdadu Belanda untuk berunding ditolak mentah-mentah oleh I Gusti Ngurah Rai meskipun berisiko tinggi. I Gusti Ngurah Rai memahami sepenuhnya, bahwa ajakan tersebut tampak penuh.dengan bujuk rayu. Namun, di balik itu penuh dengan tipu muslihat, lain di bibir lain di hati, atau masak di luar berulat di dalamnya. Apalagi disertai pesan lisan yang mengandung ancaman. Ini sangat aneh, tentu ada maksud- maksud terselubung. Tentu saja I Gusti Ngurah Rai tidak gentar dengan ancaman tersebut. Malah sebaliknya, ia menunjukkan sikap menantang pimpinan serdadu Belanda, untuk bertempur terus sampai cita- cita perjuangan kemerdekaan Indonesia terwujud. Keadaan ini menunjukkan bahwa I Gusti Ngurah Rai benar-benar mempunyai jiwa pantang mundur dan tidak kenal menyerah melawan musuh penjajah. Ia sangat berdisiplin dan bertanggung jawab atas tugas dan kewajibannya. Keadaan ini juga menunjukkan bahwa I Gusti Ngurah Rai mempunyai jiwa nasionalisme, patriotisme, dan jiwa kepahlawanan yang sangat tinggi. Semua itu telah ditunjukkan olehnya secara nyata pada masa revolusi fisik di Bali, teristimewa pada peristiwa Puputan Margarana.
Kemudian, I Gusti Ngurah Rai juga menyadari sepenuhnya bahwa masalah perundingan merupakan wewenang pemerintah pusat. Hal ini berarti I Gusti Ngurah Rai menempatkan perjuangan kemerdekaan Indonesia di Bali pada posisi yang sebenarnya. Ia bersikap tegas, sangat kesatria, dan loyal kepada pimpinan pusat.
Perlu dicatat, bahwa Surat Sakti I Gusti Ngurah Rai tersebut merupakan roh perjuangan kemerdekaan Indonesia di Bali. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sangat penting diimplementasikan dalam mengisi kemerdekaan, menuju Indonesia maju. Merdeka!

Penulis; Wakil Ketua Yayasan Kebaktian Proklamasi/Pensiunan Dosen Fakultas Pertanian Unud.