Kasus Covid-19 Meningkat Krematorium Kelabakan, Penyegeraan Rencana Krematorium di Desa Pakraman Denpasar

Oleh Anak Agung Putu Sugiantiningsih

Bali merupakan salah satu ikon kekayaan budaya Indonesia. Selain tarian, adat istiadat, destinasi, Bali terkenal dengan upacara ngaben. Usai upacara ngaben, abu jenazah pun akan di larung ke pantai yang bermuara ke laut. Berbeda dengan kremasi jenazah yang dilakukan oleh masyarakat etnis Tionghoa, ngaben memiliki makna dan tujuan tersendiri bagi masyarakat Hindu Bali. Masyarakat Hindu percaya bahwa ngaben menjadi sebuah proses untuk mengantarkan jenazah menuju kehidupan selanjutnya akan bereinkarnasi untuk mencapai Moksha. Yaitu suatu keadaan ketika jiwa telah terbebas dari reinkarnasi dan roda kematian. Selain itu, ngaben dipercaya juga menjadi simbol penyucian roh dari orang yang telah meninggal.
Ngaben merupakan sebuah upacara akbar dan membutuhkan dana yang cukup besar. Bagi keluarga yang berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu, biasanya diadakan ngaben massal sehingga beban biaya dapat sedikit berkurang. Krematorium bisa jadi solusi bagi warga yang kesulitan biaya dan tenaga untuk upacara ngaben. Seperti kremasi yang dilakukan warga Thiong hua. Pada awal tahun 2008 sejak bulan juni, telah berlangsung pembangunan crematorium yang terletak di Desa Kedua, Peguyangan, Denpasar Utara, dan selesai pembangunan tahun 2009. Dengan estimasi biaya diperkirakan total Rp 1 milyar. Peresmian krematorium Santha Yana oleh mantan Walikota Denpasar IB Dharmawijaya Mantra.
Warga sering mengeluhkan mahalnya biaya ngaben. Pembuatan krematorium adalah jalan realistis untuk mengatasi persoalan ekonomi akibat mahalnya biaya pembakaran jenazah atau pembuatan bade (wadah jenazah). Sarana kremasi ini tidak akan menggantikan desa pekraman sebagai penyelenggara ngaben atau proses ritual lainnya. Krematorium hanya alternatif di tengah banyak masalah yang dihadapi warga ketika melakukan pengabenan dengan biata Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah). Krematorium ini terbuka untuk digunakan oleh umum termasuk warga Hindu perantauan, jenazah tanpa identitas di rumah sakit, serta warga dari agama lain. krematorium ini dijadikan model oleh lembaga Hindu. Jika setiap desa adat memiliki krematorium, maka upacara ngaben kita menjadi lebih praktis, efisien, serta lebih aman dari sisi kesehatan. Ada sejumlah pilihan yang akan diberikan jasa krematorium ini. Pertama, menyediakan jasa kremasi saja, yang dibuka untuk semua masyarakat. Kedua, pelaksanaan ngaben sebelum nyekah, karena nyekah bisa dilakukan di rumah atau tempat lain. Atau bisa juga ngaben secara penuh di krematorium ini, dengan sarana upacara yang bisa dibeli atau disiapkan sendiri termasuk sulinggih (pemimpin upacara).
Abu jenazah bisa dilarung di Sungai Ayung yang bersisian dengan crematorium tersebut. Kini warga Hindu dapat mengutamakan makna upacara dibanding berfoya-foya mengeluarkan biaya untuk hal yang bersifat duniawi. Ia mencontohkan penggunaan bade (wadah jenazah) megah yang sebenarnya tidak lumrah digunakan pada masa lalu.
Meningkatnya kasus covid-19 di tahun 2020 lalu. Tentunya membuat inovasi dilakukan crematorium. Dalam pengabenan atau pembakaran jenazah yang meninggal teridentifikasi positif Covid-19 bukanlah perkara mudah. Para petugas harus paham akan protokol Covid-19 dalam pelaksanaan kremasi. Hal ini agar aman bagi petugas, masyarakat, keluarga dan lingkungan sekitarnya. Contohnya krematorium Sagraha Mandra Kantha Santhi, Desa Bebalang, Bangli, Bali, merupakan salah satu krematorium yang menerima jenazah Covid-19.
Awalnya krematorium Bebalang tak berani menerima jenazah dengan konfirmasi positif Covid-19. Pada bulan Mei 2020 setelah berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 Bali, dan mendapat informasi bagaimana cara melakukan kremasi jenazah yang terkonfirmasi positif Covid-19. Sejak awal berdiri dari Juli 2019 hingga awal Februari, sebanyak 1.300 jenazah telah dikremasi di tempat ini. Rinciannya, pada 2019 sebanyak 274 jenazah, di 2020 sebanyak 830 jenazah, dan awal 2021 sebanyak 196 jenazah. Sementara untuk jenazah dengan konfirmasi positif Covid-19 yang dikremasi sebanyak 380 pada 2020 dan 90 jenazah pada awal 2021 ini.
Pihaknya mengatur satu jenazah hanya diantar maksimal 20 orang. Mereka yang diizinkan masuk juga hanya 10 orang dan sisanya harus menunggu di luar. Sementara untuk kremasi jenazah konfirmasi Covid-19 hanya petugas yang boleh masuk. Para petugas crematorium bertugas menjaga orang yang datang, atau sesedikit mungkin minimal 1 meter jaraknya. Jenazah positif Covid yang sudah di peti tak akan menularkan.
Krematorium biasaanya memiliki 30 petugas. Krematorium umumnya mematok biaya pada setiap upacara kremasi jenazah. Untuk jenis upacara alit Rp 15 juta, madya Rp 19 juta, dan utama Rp 25 juta. Untuk jenazah Covid-19 ada tambahan untuk membeli baju APD sebanyak 9 item dengan harga Rp 200.000. Krematorium didirikan untuk menjadi solusi bagi umat Hindu Bali yang jika ada anggota keluarganya meninggal dan kebetulan bersamaan dengan kegiatan banjar adat. Namun syaratnya jenazah yang dikremasi, keluarga harus lapor ke desa atau kelian (kepala) adat masing-masing untuk mendapat surat rekomendasi atau izin.
Mengingat hal tersebut, kiranya rencana pembangunan Krematorium pada kawasan setra (kuburan) Desa Pakramann Kota Denpasar dapat terealisasi dengan segara. Krematorium juga dapat dijadikan solusi pengurangan kerumunan, yang berakibat membentuk klaster baru covid-19. Bali memiliki kegiatan menyama braya yang banyak. Kesulitan yang timbul dalam hal ini adalah membatasi kegiatan adat dan keagamaan dalam masyarakat yang telah melekat dari jaman nenek moyang. Menurut Bendesa Adat Desa Pakraman Denpasar, rencana krematorium di Desa Pakraman Denpasar, adalah salah satu solusi mengurangi kepadatan kegiatan pengabenan.
Secara faktor lokasi, setra Desa Pakraman Denpasar sangat strategis, luas dan memang berdampingan dengan Pura Khayangan Jagat. Jika krematorium teralisasi dengan cepat, setidaknya tingkat kerumunan yang berdampak munculnya klaster baru penularan covid-19 akan menurun. Selain itu pemerintah akan terbantu dalam penanganan kremasi jenazah terpapar covid-19 yang secara protokol covid-19 sulit dalam penanganan pembakaran jenazahnya. Bendesa Adat Desa Pakraman Denpasar A.A. Ngurah Rai Sudarma pun menyampaikan, dengan nanti adanya krematorium di desa Pakraman Denpasar, maka secara SDM desa, akan terserap dengan baik. Dana desa pun terkelola dengan baik serta adanya pemanfaatan potensi desa guna terimplemaentasinya Perda No.4 Tahun 2019 tentang Desa Adat.

*) Penulis adalah dosen Stispol Wira Bhakti Denpasar