Suasana hangat dan tajam mewarnai rapat gabungan dosen dan pegawai di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stispol) Wira Bhakti. Di tengah kekinian tantangan dunia pendidikan tinggi, sejumlah aspirasi dan keluhan muncul terkait kebijakan kampus yang dinilai merugikan dan menimbulkan ketidakpastian. Bagaimana masa depan institusi ini dan apa langkah nyata yang akan diambil untuk mengembalikan kepercayaan?
Dalam beberapa tahun terakhir, perguruan tinggi swasta di Indonesia menghadapi tekanan besar akibat perubahan regulasi, persaingan ketat, dan tantangan finansial. Stispol Wira Bhakti, yang berlokasi di Denpasar, tidak luput dari dinamika ini. Pada rapat gabungan yang berlangsung baru-baru ini, sejumlah isu utama langsung menjadi perhatian utama para dosen dan pegawai.
Sorotan utama datang dari dosen purnabakti yang kembali dikaryakan. Mereka menuntut kejelasan kebijakan terkait honor dan gaji. Mereka mengeluhkan bahwa honor mengajar yang diterima saat ini hanya sebatas honor, sementara gaji dan honor sebelumnya dihentikan tanpa penjelasan yang memuaskan. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang dasar dan keadilan kebijakan pengelolaan sumber daya manusia di kampus tersebut.
Selain itu, kekhawatiran menyelimuti posisi Kepala Tata Usaha (KTU). Setelah pensiun, KTU sebelumnya dikaryakan tanpa kejelasan posisi definitif. Hal ini menciptakan suasana kerja yang kurang kondusif dan menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas administrasi serta kelangsungan operasional kampus. Ketidakjelasan ini berpotensi mengganggu proses akademik dan pelayanan kepada mahasiswa.
Kasus lain yang tak kalah mencuat adalah penetapan gaji pegawai yang beralih status menjadi dosen. Mereka mengeluhkan bahwa masa kerja dan gaji mereka dinolkan, bahkan mengalami pengurangan saat mendapatkan jabatan baru. Ketidakadilan ini menimbulkan keresahan dan menurunkan semangat kerja di lingkungan kampus. Fenomena ini mencerminkan kebutuhan transparansi dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya manusia di institusi pendidikan.
Para peserta rapat secara tegas menuntut transparansi penuh dalam pengelolaan keuangan dan pemberian honor. Mereka mendesak agar honor dihitung berdasarkan kinerja dan prinsip keadilan, sehingga tercipta suasana kerja yang profesional, sehat, dan berintegritas. Ke depan, kepercayaan dan komunikasi yang terbuka harus menjadi pondasi utama dalam mengelola institusi ini.
Menanggapi berbagai aspirasi tersebut, Ketua Stispol Wira Bhakti, I Wayan Sugiartana, berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang ada. Ia mengungkapkan komitmennya untuk memperbaiki sistem pengelolaan dan meningkatkan transparansi agar seluruh civitas akademika merasa dihargai dan termotivasi. Rapat ini diharapkan menjadi titik balik dalam membangun kepercayaan dan memperkuat kualitas akademik kampus ke depan.
Dalam konteks yang lebih luas, peristiwa ini menjadi cermin pentingnya tata kelola perguruan tinggi yang adil dan transparan.Inovasi dan keadilan dalam pengelolaan pendidikan tinggi adalah kunci utama untuk menghasilkan lulusan berkualitas dan berintegritas. Jika hal ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin reputasi dan keberlangsungan institusi pendidikan seperti Stispol Wira Bhakti akan terancam.
Kesimpulannya, tantangan di Stispol Wira Bhakti mencerminkan dinamika yang sedang dihadapi banyak perguruan tinggi di Indonesia. Kunci utama untuk keluar dari situasi sulit ini adalah transparansi, keadilan, dan komitmen manajemen dalam meningkatkan kualitas dan kepercayaan civitas akademika. Masa depan kampus ini sangat bergantung pada keberanian dan konsistensi dalam melakukan reformasi sistem yang lebih humanis dan profesional. *