Jerat Kekuasaan Sang Tirani Kampus: Pengkhianatan dan Pembusukan dari Dalam

Di balik gerbang kampus yang megah, tempat yang seharusnya menjadi kawah candradimuka peradaban, kini bersemayam seorang tiran berjubah dosen. Ambisinya bagai kanker ganas, menggerogoti fondasi institusi dengan keji. Statuta suci diperkosanya, pasal-pasalnya dibengkokkan menjadi alat legitimasi kekuasaan tunggalnya. Para cendekiawan muda yang cahayanya berpotensi menandingi kegelapannya, satu per satu dilenyapkan dalam sunyi, jejak karir dan idealisme mereka dihapus tanpa ampun.

Sang penguasa tunggal menggenggam kendali absolut. Akun-akun vital kampus tak ubahnya mainan di tangannya, digunakan untuk memuluskan jalan menuju puncak tanpa sedikit pun ruang untuk transparansi. Loyalitas buta dipaksakan menjadi agama baru, sementara suara-suara kritis dibungkam dengan kejam, dipaksa menelan pil kepatuhan atau menghadapi pemecatan sepihak. Para abdi kampus yang setia, yang telah menorehkan tinta pengabdian selama bertahun-tahun, kini diusir bagai sampah tak berguna, digantikan oleh barisan penjilat yang siap menari di bawah irama kekuasaannya.

Namun, ketika singgasana mulai berguncang, ketika cengkeraman kekuasaan tak lagi sekuat baja, sang tiran menunjukkan wajah aslinya: seorang pengkhianat yang tega merusak rumahnya sendiri. Dari balik layar, ia melancarkan serangan gerilya, menebar fitnah dan intrik bagai racun yang merusak. Mahasiswa, yang seharusnya menjadi tunas harapan bangsa, kini dijejali disinformasi dan propaganda, diprovokasi untuk saling curiga dan kehilangan arah.

Atmosfer akademik yang dulunya sarat diskusi dan kolaborasi, kini tercemar oleh paranoia dan ketakutan. Kecerdasan dan integritas diinjak-injak demi ambisi pribadi yang tak terpuaskan. Masa depan kampus yang seharusnya bersinar terang, kini terancam redup oleh kegelapan tirani yang mencengkeram.

Inilah kisah tragis sebuah institusi yang seharusnya menjadi mercusuar ilmu pengetahuan, namun justru menjadi panggung sandiwara kekuasaan seorang individu yang tak kenal batas. Sampai kapan kebusukan ini dibiarkan merajalela? Akankah nurani civitas akademika mampu bangkit dan melawan tirani ini, merebut kembali kehormatan dan masa depan kampus dari cengkeraman sang penguasa lalim? Pertanyaan ini menggantung di udara, menunggu jawaban dari keberanian dan kebenaran. *