27 September 2025

I Nyoman Parta Ajak Generasi Milenial Cintai Tanah Air dengan Merawat Lingkungan

Anggota Komisi VI DPR RI, I Nyoman Parta, S.H., saat menjadi narasumber dalam seminar nasional yang digelar di Stispol Wira Bhakti Denpasar, Sabtu (8/10).

Denpasar – Anggota Komisi VI DPR RI, I Nyoman Parta, S.H., mengajak generasi milenial untuk mencintai tanah air dengan merawat alam dan lingkungan. Hal ini penting dilakukan, mengingat saat ini Bali menghadapi persoalan serius akibat kerusakan lingkungan yang makin parah.

Saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional “Cinta Tanah Air dengan Wujud Merawat Mata Air, Danau dan Sungai Sebagai Sumber Peradaban” yang digelar di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stispol) Wira Bhakti Denpasar, Sabtu (8/10), politisi PDI Perjuangan itu menegaskan, Bali sesungguhnya memiliki anugerah yang luar biasa, yakni dengan adanya sumber daya air yang melimpah dengan empat danau, yaitu Danau Batur, Danau Buyan, Danau Tamblingan, dan Danau Beratan. Namun, kondisi saat ini keempat danau tersebut dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. “Kita contohkan Danau Buyan dan Danau Batur, kondisinya sekarang sangat memprihatinkan, karena mengalami pendangkalan dan pencemaran, belum lagi daratan kita banyak yang dieksploitasi melalui sumur bor,” katanya.

Ia menambahkan, saat ini hutan di Bali sudah mengalami kerusakan yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia. Jika ini terus terjadi tentu akan memberikan dampak buruk bagi kehidupan. Rusaknya hutan, tentu akan menjadi pemicu terjadinya banjir, karena sedikitnya pohon yang terdapat di hutan tidak akan mampu menyerap air hujan. Ketika hujan datang, air akan meluap karena tidak bisa diserap oleh akar pohon. Kondisi ini diperparah lagi dengan banyaknya sampah plastik dan banyaknya halaman rumah yang dipasangi paving dan dibeton, sehingga saat musim hujan tiba, banjir terjadi di mana-mana.

Menurut Nyoman Parta, laut tidak akan bersih jika sungai kotor. Demikian juga sungai tidak akan bersih jika selokannya kotor. Oleh karena itu, mari mulai dari langkah sederhana, yakni mulai dari diri sendiri dulu. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi penggunaan plastik karena sampahnya berpotensi merusak lingkungan termasuk membuat lubang biopori agar air hujan bisa diserap ke dalam tanah. Penyerapan tersebut sangat penting guna menjamin pasokan air bersih saat dibutuhkan nanti. “Mari kita sama-sama bergerak agar Bali tidak krisis air dengan meningkatkan kembali kualitas tanah di lingkungan kita dengan membuat lubang resapan air dengan sistem biopori ini,” katanya.

Ia sendiri mengaku telah sejak lama berkecimpung dalam aksi penyelamatan lingkungan. “Saya terus mengajak setiap orang untuk melakukan aksi. Tidak perlu menunggu, karena kita butuh oksigen, butuh sanitasi yang baik,” katanya.

Ia menjelaskan, sumber oksigen terbesar adalah dari laut dengan fitoplankton yang mampu menghasilkan sekitar 50-85 persen oksigen di bumi per tahun, sedangkan tumbuhan (pohon) hanya menghasilkan sekitar 20 persen saja. Fitoplankton mendapatkan energi melalui proses fotosintesis dengan menyerap karbondioksida di atmosfer dan mengubahnya menjadi oksigen. Karena itu, fitoplankton harus berada di permukaan lautan atau kumpulan air supaya mendapatkan cahaya matahari. Alasan fitoplankton bisa menghasilkan oksigen banyak, karena luas lautan. Hanya saja, fitoplankton ini rentan dengan limbah, yang berdampak pada kualitas oksigen yang dihasilkan.

Ia juga mengingatkan, tingginya jumlah penduduk di Bali dan meningkatnya pola konsumsi masyarakat juga menyebabkan laju produksi sampah yang terus meningkat. Solusinya adalah dengan melakukan 3R (reuse, reduce dan recycle). Sebelum dibuang, yang harus dilakukan adalah memilah sampah, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik yaitu sampah yang dapat membusuk dan terurai, seperti sisa makanan, daun kering, dan sayuran. Sedangkan sampah anorganik yaitu sampah yang sulit membusuk dan tidak dapat terurai seperti botol plastik, kertas bekas, karton, dan kaleng bekas. Salah satu langkah pengolahan sampah organik adalah dengan membuat eco enzyme.

“Eco enzyme merupakan produk ramah lingkungan yang mudah dibuat oleh siapapun. Pembuatannya hanya membutuhkan air, gula sebagai sumber karbon, serta sampah organik sayur dan buah,” katanya, seraya mempraktikkan langsung proses pembuatan eco enzyme tersebut.

Menurut Nyoman Parta, eco enzyme adalah hasil dari fermentasi limbah dapur organik, gula (gula coklat, gula merah atau gula tebu), dan air dengan perbandingan 3:1:10. Proses fermentasi dalam pembuatan eco enzyme berlangsung selama 3 (tiga) bulan. Setelah itu cairan yang dihasilkan, yaitu berwarna coklat gelap dan memiliki aroma fermentasi asam manis yang kuat, sudah bisa dimanfaatkan. Eco enzyme dapat digunakan sebagai pupuk cair organik tanaman, campuran deterjen, pembersih lantai, pembersih sisa pestisida, pembersih kerak, dan sebagai bahan spa untuk membantu melancarkan peredaran darah dan sebagainya.

Ketua Stispol Wira Bhakti, Prof. Dr. Wayan Windia dalam sambutannya menyambut baik diselenggarakan seminar nasional bertema lingkungan ini dengan menghadirkan langsung Anggota Komisi VI DPR RI, I Nyoman Parta, S.H., yang sudah sangat banyak berjasa terhadap pengembangan Stispol Wira Bhakti. Kegiatan ini juga sejalan dengan visi dan misi Stispol Wira Bhakti yang telah puluhan tahun secara sadar dan konsisten merawat dan menegakkan Tri Pusaka Bangsa Indonesia yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam seminar yang dihadiri unsur pimpinan, dosen dan mahasiswa/mahasiswi tersebut, juga hadir Ketua Mada Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Bali, I Gusti Bagus Saputra, S.H., pengurus Yayasan Kebaktian Proklamasi (YKP) dan dari SMK Wira Bhakti Denpasar. *