Denpasar – Masalah pedesaan saat ini memiliki peran penting seiring dengan makin pentingnya peranan sektor pertanian. Banyak negara yang ambruk atau diramalkan akan ambruk, karena tidak memiliki sektor pertanian yang kuat. Oleh karena itu, masalah pedesaan khususnya dalam bidang bisnis dan sosial, perlu mendapatkan perhatian yang serius. Kalau di Jepang, sektor pertanian ditunjang oleh koperasi tani yang tangguh. Anggota koperasi tani di Jepang mencapai 4,8 juta orang. Suatu koperasi tani yang terbaik di dunia.
Demikian dikemukakan Dr. Naori Miyazawa, peneliti dari Universitas Nagoya, Jepang, dalam sesi Seminar Internasional di Stispol Wira Bhakti. Topik yang dibahas dalam seminar itu adalah “Social and Business at Japan Rural Area”.
Naori mengungkapkan, kawasan hijau di Jepang dijaga dengan sangat ketat oleh pemerintah. Prosedur untuk alih fungsi lahan sangat rumit dan susah. Oleh karenanya, sangat jarang investor ingin mengkonversi lahan sawah.
Ia mengungkapkan, pajak untuk sawah di Jepang sangat murah sekali. Pajaknya berdasarkan produksi sawah tersebut. Berbeda dengan di Indonesia. Pajak tanah adalah berdasarkan lokasi sawah. Itulah sebabnya banyak tanah sawah yang beralih fungsi di Bali dan Indonesia.
Menurut Naori, pemerintah Jepang memberikan bantuan cash kepada semua petani yang tetap mempertahankan sawahnya. “Meski kecil, namun sangat berarti bagi petani,” katanya.
Dalam kaitan itu, Naori menyarankan agar koperasi tani dapat dikembangkan di Bali dan Indonesia. Tujuannya, agar petani bisa terbantu. Misalnya, untuk memasarkan hasil-hasil pertaniannya, sebagai tempat untuk meminjam modal, dll. Di Jepang, nyaris di setiap desa terdapat koperasi tani, dan sekaligus sebagai tempat wisata belanja bagi penduduk dan wisatawan.
Ketua Stispol Wira Bhakti, Prof. Dr. Wayan Windia sependapat dengan Dr. Naori Miyazawa, tentang perlunya dibangun koperasi tani. Namun, terlanjur nama “koperasi” di Indonesia belum stabil, karena banyak terlanda kasus korupsi.
Prof. Windia lebih lanjut mengemukakan bahwa kegiatan ekonomi berbasis subak memang sangat perlu dilaksanakan. Dengan demikian, sistem subak di Bali, tidak saja melakukan kegiatan sosio-kultural, tetapi juga kegiatan ekonomi. “Hanya dengan kegiatan ekonomi, maka subak bisa menjadi semakin kuat, dan petani merasa terbantu kegiatannya” katanya.
Seminar internasional di Stispol Wira Bhakti, diikuti pihak yayasan, dosen dan mahasiswa Stispol Wira Bhakti, Kepala SMKT Wira Bhakti, dan masyarakat umum. Dr. Naori merasa sangat bergembira, karena respons dari kalangan dosen dan mahasiswa sangat antusias, khususnya yang berkait dengan berbagai usaha untuk melestarikan subak, meningkatkan taraf hidup petani, perkuatan desa adat dan subak abian, dll. “Kalau saya balik lagi ke Bali, saya ingin berkunjung lagi ke Stispol Wira Bhakti,” katanya. (ww).